Jumat, 13 Februari 2009

imooto lagi

Imooto punya

TANGIS CINTA

”Kak! Bangun Kak!” panggilku sambil menggoyah-goyahkan badan kak Andre yang sedang tertidur pulas di atas pembaringan.

”Ah... kamu, ganggu aja! Kakak lagi mimpi indah nih, jadi kacau ’kan!” ucap kakak sembari menutup kepalanya dengan selimut warna hitam yang bergaris- garis putih.

”Kak, ada kabar duka, Kak! Nenek meninggal dunia kira-kira jam sepuluh tadi.”

”Apa?” kak Andre sangat terkejut, ia melemparkan selimutnya dan secara spontan terbangun dari pembaringannya.

”Ayo, Kak! Cepat bangun! Kita harus segera bergegas ke sana, mama dan papa udah berangkat duluan,” ajakku sambil menarik tangan kak Andre dari pembaringannya yang tampak acak- acakan.

”Ya, ayo!” kami berdua beranjak pergi meninggalkan ruangan sempit yang dindingnya hampir berlatarkan poster Simple Plan, karena kakak memang seorang penggemar berat pada grup band itu.

Kakak mengeluarkan si Jack dari garasi. Kami segera bergegas menuju rumah nenek yang letaknya cukup jauh dari rumah kami, kira-kira menghabiskan waktu 45 menit untuk sampai di sana. Malam ini langit begitu cerah, dewi malam memancarkan sinarnya dan bintang-bintang bak kurcaci-kurcaci yang menari-nari mengelilingi dewi malam. Tak satupun awan kelabu mengusik keberadaan mereka. Sungguh indah malam itu, karena tak biasanya tak ada awan yang menyaputi dewi malam.

”Kak, ayo cepat! Sekarang udah jam sebelas malam,” ucapku sambil memasukkan telapak tanganku ke dalam saku jaketku karena udara malam begitu dingin. Kulitku terasa tertusuk-tusuk oleh dinginnya malam ini. Bahkan, epitel kulitku sempat mengerut pula.

”Iya, iya ini juga udah cepet!” jawab kak Andre.

Daun- daun yang berguguran menari-nari diterpa si Jack dengan laju kencang.

Di tengah jalan, kami dikejutkan oleh suara keras yang memekakkan telinga, langit pun terbelah akannya. Suara itu ternyata berasal dari tabrakan antara truk dan motor, keduanya melaju dengan kecepatan kencang. Tak berapa lama kemudian, terlihat orang-orang berkerumun di lokasi kejadian. Dan secepat kecepatan cahaya, tiba-tiba kak Andre mengerem si Jack dengan sangat tajam.

”Aduh!” ucapku secara refleks karena kepalaku terbentur punggung kak Andre, hal itu membuat kepalaku sedikit terasa pengar.

”Cin, ayo kita tolong korban kecelakaan itu! Siapa tahu ia butuh bantuan kita.”

”OK! Tapi, jangan lama-lama ya, Kak!” jawabku.

Kami segera pergi menuju lokasi kejadian. Aku memegang erat tangan kak Andre yang begitu dingin karena ia tak memakai sarung tangan.

”Kak, aku takut, Kak!” ucapku lirih namun masih bisa terdengar. Tiba-tiba saja bulu kudukku berdiri dan menari-nari. Perasaan yang aneh menggelayutiku.

Lokasi kejadian itu penuh dengan percikan darah korban kecelakaan itu, suasana terlihat semakin mengerikan. Pengendara itu tewas seketika, seorang wanita yang membonceng pengendara sepeda motor itu terluka parah, keadaannya sangat kritis. Ia harus segera dilarikan ke rumah sakit, kalau terlambat mungkin nyawanya tidak dapat terselamatkan. Wajah kedua korban itu tidak terlihat karena telah terlumuri oleh darah.

Tanpa kusadari, ekor mataku melihat ke tangan pengendara motor yang tewas, aku merasa ada yang aneh. Lihatku jam tangan mirip dengan jam tangan kesayangan kak Andre di sana. Tetapi, pada saat aku melihat ke tangan kak Andre aku tak melihat jam tangan itu, padahal jam tangan itu selalu melekat di tangan kak Andre, ke manapun kakak pergi. Mungkin kak Andre lupa memakai jamnya kerena kami tadi terburu-buru.

Waktu telah tengah malam. Masyarakat sekitar mulai membantu mengevakuasi korban dan melarikannya ke rumah sakit.

”Ayo Kak, kita pergi saja! Aku takut nih,” rengekku pada kakakku karena aku sudah tidak tahan melihat lumuran darah menjamur di mana-mana.

”Yuk!” sahut kakak.

Kami segera meneruskan perjalanan menuju rumah nenek. Tiba-tiba suasana menjadi semakin sunyi, tak seperti tadi. Tak seorangpun berlalu-lalang di jalan, hanya siulan-siulan burung hantu di dahan Araucaria cunninghamii yang mengisi sunyinya malam dan hembusan sang bayu yang menusuk-nusuk tubuhku, hal ini membuat bulu kudukku kembali berdiri. Entah, perjalanan ini terasa sangat jauh, padahal sekarang sudah tengah malam. Tiba-tiba saja kami dikejutkan dengan padamnya lampu jalan bak ditelan Bethara Kala.

”Ada apa ini, Kak? ’Kok tiba-tiba lampu jalan mati semua?”

”Mungkin sekarang sedang mati listrik, sebentar lagi lampunya juga nyala kembali.”

Perjalanan terlihat semakin sunyi senyap karena semua lampu jalan padam. Hanya lampu si Jack dan pancaran sinar dewi malam beserta kurcaci-kurcacinya yang dengan leluasa menerangi jalan beraspal ini tanpa terhalang oleh rerimbunan pohon. Sadariku bahwa ini kali pertama kami pergi berdua saat tengah malam, haruskah kuabadikan semua ini?

Saatku melihat ke jalan beraspal di bawah si Jack, aku tak menemukan bayangan kakak, disitu hanya terlihat bayanganku dan si Jack. Aku benar-benar terkejut, ada apa ini? Terus bertanya-tanya hatiku. Ada apa dengan kak Andre? Mengapa tak terlihat bayangan kakak pada jalan beraspal hitam pekat ini? Aku mencoba untuk menghilangkan pikiran yang mematuk-matuk otakku ini. Aku mencoba mengalihkan pandanganku. Tetapi, walaupun begitu, aku tak kuasa secepat kilat untuk melenyapkan pikiran itu dari benakku, pertanda apakah ini? Ah, mungkin aku sekarang sedang bermimpi.

”Bangun, bangun Cinta!” aku memukul badanku yang dingin terpaku ini.

”Ada apa sih, Cin? Kamu tuh enggak mimpi, ngapain juga kamu mukulin kepala kamu, katanya lagi pusing?”

”Eh, enggak ’kok Kak, aku enggak apa-apa.”

Aku mencoba menengok ke bawah kembali, tapi hasilnya tetap sama, aku tak melihat bayangan kakak. Lari kemana bayangan kak Andre? Apa mungkin dia masih tertinggal di rumah? Aduh, kacau, kacau pikiranku jadi kayak orang bodoh, bayangan ’kok bisa lari apalagi sampai tertinggal di rumah.

”Cin, katanya enggak ada apa-apa, ’kok terlihat panik ’sih?” tanya kak Andre lagi.

”Enggak Kak, enggak ada apa-apa mungkin ini cuma perasaan Kak Andre aja!” jawabku dengan gugup, aku tak bisa bicara tentang masalah ini pada kak Andre, nanti bisa buat kakak panik bukan main.

Tiba-tiba kak Andre membelokkan si Jack dengan arah yang berlawanan dengan jalan menuju rumah nenek.

”Kak, kita mau kemana ’sih, Kak? Ini ’kan bukan jalan menuju rumah nenek?”

”Iya, ini memang bukan jalan menuju rumah nenek. Kakak mau bicara sebentar sama kamu dan ini lebih penting daripada hal itu.”

”Sreeet!” kak Andre mengerem si Jack dengan mendadak dan itu benar-benar membuat jantungku kian berdegup kencang setelah kajadian tadi.

”Cin, kalau kakak pergi ninggalin kamu, papa dan mama, kamu mau enggak janji sama kakak?” tanya kak Andre, suaranya begitu lirih dan rasanya ada pikiran yang membebani kepala kakak.

”Apaan ’sih, Kak? Jangan bercanda gitu ah! Ini bukan waktunya untuk bercanda,” ucapku pada kakak sambil mengalihkan pandanganku ke arah dewi malam.

”Cin, kakak serius, kakak tahu ini memang bukan waktunya untuk bercanda. Cin, kamu harus janji kalau kakak pergi nanti, kamu harus selalu ngejagain papa dan mama, jangan buat mereka marah ya!” ucap kakak padaku, ia benar-benar terlihat serius, keningnya terlihat mengerut. Kakak pun menatap mataku dengan begitu tajam, hingga menembus ke dalam otakku tanpa melalui sel-sel syaraf motorikku.

”Kak, Kakak mau kemana? ’Kok perginya mendadak gini. Masalah janji itu, sudah pasti dong, Kak! Aku akan selalu ngejaga papa dan mama, serta enggak akan buat mereka marah sama aku.”

”Makasih ya Cin, kamu memang adikku yang paling baik.”

”Ya, iyalah Kak!”

Tiba-tiba Kak Andre memeluk tubuhku, rasanya damai sekali. Pelukan yang sekian lama tak pernah kurasa.

”Kakak sayang banget sama kamu. Cin, maafin kakak ya! Sekarang sudah saatnya kakak harus pergi. Maafin kakak ya! Kakak enggak bisa nganter kamu sampai ke rumah nenek, kamu berangkat sendiri aja ya!” kakak melepaskan pelukannya dan ia pergi meninggalkanku.

”Kak, Kakak mau kemana? Jangan tinggalin aku, Kak! Aku takut,” teriakku pada kakak yang memecah kesunyian malam itu.

Kak Andre tak hiraukan ucapanku, tak sekalipun ia menoleh ke arahku. Ia terus berjalan menjauh dan terus menjauh dariku, hingga akhirnya aku tidak dapat melihatnya sudah yang tertelan oleh gelapnya malam.

”Kakak! Jangan tinggalin aku, Kak! Kakak! Kakak!” teriakku dengan keras.

☻☻

”Cinta! Cinta, akhirnya kamu sadar juga!”

”Mama! ’Kok Mama dan Papa ada di sini? Ma, aku di mana?” ucapku ketika aku membuka kedua kelopak mataku yang terasa begitu berat, juga badanku yang benar-benar kaku untuk kugerakkan.

”Kamu ada di rumah sakit, semalam kamu dan kak Andre mengalami kecelakaan. Semenjak saat itu, kamu tak sadarkan diri. Alhamdulillah kamu sekarang sudah siuman. Kak Andre ....”

”Kak Andre mana, Ma? Kak Andre baik-baik aja ’kan? Ma, jawab Ma! Jawab!” aku menyerobot ucapan mama.

”Kak Andre.... Kak Andre ....”

”Kak Andre mana, Ma?”

”Kak Andre sudah pergi, Cin. Dia sudah pergi ninggalin kita,” bulir- bulir air mata mengalir deras, mengucur dan membasahi pipi mama, begitupun papa, tak terlihat sedikitpun kebohongan di mata mereka. Suasana menjadi hening, bahkan saat seorang perawat yang mengetuk pintu kamarku, kutak mampu kudengar, telinga ini serasa tuli dan bibir ini tak sanggup kubuka, kurasa duri- duri sedang menusuk- nusuk tubuhku yang kurus ini. Aku masih tak percaya kalau kak Andre pergi secepat itu meninggalkan kami. Kami semua terlarut dalam kesedihan yang saat ini sedang menghujam keluarga ini.

☻☻

Hari ini tanggal 11 Januari 2009, hari ini adalah hari kak Andre dimakamkan. Sedih hatiku yang tak dapat pergi ke pemakaman kak Andre karena aku baru sadar dari koma. Aku hanya tinggal sendirian di rumah sakit, memaku dan membisu. Hari ini juga bertepatan dengan hari ulang tahun kak Andre yang ke-17. Kakak pergi ketika ia berulang tahun. Mengapa semuanya seperti ini?

Tiba-tiba aku teringat pada mimpiku semalam, ketika aku tak sadarkan diri, mengapa semuanya bersangkutan? Korban kecelakaan itu, pengendara motor yang mempunyai jam tangan mirip dengan kepunyaan kak Andre adalah benar-benar kak Andre. Seorang wanita itu adalah aku, aku yang sekarang terbaring lemah tak berdaya di rumah sakit swasta ini. Bayangan kak Andre yang tak terlihat, hal ini menunjukkan bahwa kak Andre telah meninggal dan bayanganku yang terlihat hal itu menunjukkan bahwa aku masih hidup. Pesan itu, aku masih ingat pesan itu, aku harus selalu ngejagain mama dan papa dan enggak boleh buat mereka marah. Dan setelah itu, kak Andre memang benar-benar pergi meninggalkan aku. Air mata mulai membasahi pipiku, tak sanggup kutahan rasa ini.

“Kak Andre, aku akan terus menyayangi dan selalu mendoakan kakak. Maafin aku ya, Kak! Aku nggak bisa nemenin kakak di sana. Semoga kakak baik-baik saja!” ucapku, walau aku tahu perkataanku tak ada gunanya.

Walau raga ini telah terpisah jauh dengannya, tak lagi dengarku suara merdunya, tak lihatku senyum manisnya, takkan ada tatapan kesuksesannya, namun kudapat merasakannya, dia selalu ada dalam hatiku, dalam hati kami, selamanya ....

☻☻☻

Ani poenya

Kobaran Hati Memendam Rindu

Segala puji bagi Allah

Dengan cinta dan untuk cintalah

Ia menciptakan segala yang hidup

atau mati

Rasa cinta pada sesuatu

Ia menciptakan kita

Agar kita tulus mencintaiNya

Yang telah memberi pilihan hati

antara yang mencintaiNya, berhala,

api, salib, negara, saudara, wanita,

harta, anak, iman, bahasa, maupun

Al-Qur’an

Cinta tlah berikan kebahagiaan

Bahkan penderitaan

Dan ketika dirimu datang

Entah rasa apa yang hadir

Kegelisahan yang tak terkira

Cinta adalah asa

Gerakan tuk mencapai tujuan

Kemuliaan cinta ialah penghambaan

Ketundukan…..

Tapi hanya untuk Allah semata

Tak kusangka

Semakin nyata

Kehangusan hatiku

Oleh bara yang sengaja membakar

Rindu yang menerkam

Menyusup aliran darah

Hatiku selalu gelisah

Menanti kehadiranmu

Kemurnian wajahmu

Sejukkan hati

Kenapa kau memandangku…….?

Membuat hati makin rindu

Adakah rasa di hatimu padaku……?

Dan hatimulah yang lebih tau

Kini aku terlanjur mencintaimu

Benih yang telah tertanam

Siramilah kasih….agar tak sirna

Dengan senyuman……

Ketundukan saat memandang

Bentuk kehormatan orang yang mencintai

Keagungan orang yang dicintai…

Itulah cinta sejati

Cinta yang menjadi penghalang nafsu

Cinta yang mendalam adalah kecocokan

Antara mencintai dan dicintai

Jika dibarengi kecocokan rupa

Itulah kecocokan yang sempurna

Tapi cintaku padamu ini tak abadi

Karena cinta hanya tunggal

Hanya padaNya yang sempurna

Kokoh terpatri dalam keabadian

Alam yang sesungguhnya

Keabadian cinta adalah pengantar

Untuk sepenuhnya mencintai

Kepada Dia yang Esa

Dan aku telah jatuh cinta padamu

KarenaNya yang memberikan rasa ini pada kita

Beriku senyuman

Jika dirimu mencintaiku

Tak lebih dari cintamu pada Allah

Yang kan membawa kita

Dalam kesejukan surga

Untuk selamanya